Senin, 14 Maret 2011

EVALUASI DALAM PSIKOLOGI BELAJAR sII

BAB II
PEMBAHASAN
EVALUASI DALAM PSIKOLOGI BELAJAR

A. PENGERTIAN DAN OBJEK EVALUASI
Aktivitas belajar, perlu diadakan evaluasi. Hal ini penting karena dengan evaluasi kita dapat mengetahui apakah tujuan belajar yang telah ditetapkan dapat tercapai atau tidak. Melalui evaluasi, dapat diketahui kemajuan-kemajuan belajar yang dialami oleh anak, dapat ditetapkan keputusan penting mengenai apa yang telah diperoleh da diketahui anak, serta dapat merencanakan apa yang seharusnya dilakukan pada tahap berikutnya.
Istilah evaluasi sering dikacaukan dengan pengukuran. Keduanya memang ada kaitan yang erat, tetapi sebenarnya mengandung titik beda. Menurut Sumadi Suryabrata, pengertian pengukuran mencakup segala cara untuk memperoleh informasi yang dapat dikuantifikasikan, baik dengan tes maupun dengan cara-cara lain. Sedangkan pengertian evaluasi menekankan penggunaan informasi yang diperoleh dengan pengukuran meupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan membuat keputusan-keputusan pendidikan.
Kaitan antara evaluasi dan pengukuran, dijelaskan oleh Nasrun Harahap, dna kawan-kawan sebagai berikut :
Pengukuran dan evaluasi mempunyai hubungan yang erat. Evaluasi memberikan petunuk pada bidang-bidang mana diperlukan measurement (pengukurang), sebaliknya evaluasi tidak mungkin dilakukan tanpa pengukuran. Pengukuran dilakukan atas keterampilan, kesanggupan dan acheevement tiap individu atau kelompok.
Evaluasi dilaksanakan berkenaan dengan situasi sesuatu aspek dibandingkan dengan situasi aspek lain akhirnya terjadilah suatu gambaran yang menyeluruh yang dapat dipandang dari berbagai segi. Evaluasi juga dilakukan dengan cara membanding-bandingkan situasi sekarang dengan atau situasi yang sudah lewat.
Apa yang menjadi objek evaluasi? Evaluasi yang sempurna tidak hanya berobjek pada aspek kecerdasan, akan tetapi mencakup seluruh pribadi anak dalam seluruh situasi pendidikan yan gdialaminya.
Apapun aspek-aspek kepribadiannya yang harus diperhatikan dan merupakan objek di dalam pelaksanaan evaluasi tersebut, menurut Nasrun Harahap, dkk. Adalah berikut ini.
1. Aspek-aspek tentang berpikir, meliputi : inteligensi, ingatan, cara menginterprestasikan data, pokok-pokok pengerjaan, pemikiran yang logis dan lain-lain.
2. Dari segi perasaan sosialnya, meliputi : kerjasama dengan kawan sekelasnya, cara bergaul, cara pemecahan masalah serta nilai-nilai sosial, cara mengatasi dan menghadapi serta cara berprestasi dalam kehidupan sosial.
3. Dari kekayaan sosial dan kewarganegaraan meliputi : pandangan hidup atau pendapatnya terhadap masalah-masalah sosial, politik, dan ekonomi.
Aspek-aspek tersebut masih dapat dirinci ke dalam hal-hal yang lebih khusus yang disesuaikan dengan keperluasn atau tujuan penilaian.

B. TUJUAN DAN FUNGSI EVALUASI
Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi, tujuan umum dan tujuan khusus. L.Pasaribu dan Simanjuntak, menegaskan bahwa :
1. Tujuan umum dari evaluasi adalah sebagai berikut.
 Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharpkan.
 Memungkinkan pendidik/guru menulai aktibitas/pengalaman yang pahit.
 Menilai metode mengajar yang dipergunakan.
2. Tujuan khusu dari evaluasi adalah sebagai berikut ini.
 Merangksang kegiatan siswa
 Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.
 Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
 Memperoleh bahwa laporan tntang perkembangan siswa yang diperlakukan orang tua dan lembaga pendidikan
 Memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode belajar.
Selanjutnya dilihat dari pelaksannaanya evaluasi mempunyai tiga prinsip pokok, yaitu berikut ini.
a) Prinsip keseluruhan
b) Prinsip kontinuitas
c) Prinsip objektivitas

Fungsi Evaluasi :
Dalam kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, evaluasi mempunyai fungsi yang amat penting, yaitu berikut ini.
1. Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi murid.
2. Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas serta penentuan lulus tidaknya seorang murid.
3. Untuk menentukan murid di dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang dimikiki oleh murid.
4. Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik, dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pemecah kesulitan-kesulitan belajar yang timbul.

C. JENIS-JENIS EVALUASI
Biasanya evaluasi dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu evaluasi formatif, sumatif, placement, dan diagnostik. Keempat jenis evaluasi tersebut, secara singkat akan dibahas dari segi fungsi, tujuan aspek yang dinilai dan waktu pelaksanaanya.
1. Evaluasi Formatif
a) Fungsi : untuk memperbaiki proses belajar mengajar ke arah yang lebih baik, atau memperbaiki program satuan pelajaran yang telah digunakan.
b) Tujuan : untuk mengetahui hingga dimana penguasaan murid tentang bahan yang telah diajarkan dalam suatu program satuan program.
c) Aspek-aspek yang dinilai : yang berkenaan dengan hasil kemajuan belajar murid, meliputi : pengetahuan, keterampilan, sikap dan penguasaan terhadap bahan pelajaran yang telah disajikan.
d) Waktu pelaksanaan: setiap akhir pelaksanaan satuan program belajar mengajar.
2. Evaluasi Sumatif
a) Fungsi: untuk menentukan angka/nilai murid setelah mengikuti progrma pengajaran dalam satu caturwulan, semester, akhir tahun unit pendidikan. Di samping itu, untuk memperbaiki situasi proses belajar mengajar ke arah yang lebih baik serta untuk kepentingan penilaian selanjutnya.
b) Tujuan: untuk mengetahui taraf hasil beljar yng dicapai oleh murid setelah menyelesaikan program bahan pengajaran dalam satu caturwulan, semester, akhir tahun atau akhir suatu program bahan pengajaran pada suatu unit pendidikan tertentu.
c) Aspek-aspek yang dinilai: aspek yang dinilai ialah kemajuan belajar, meliputi: pengetahuan, keterampilan, sikap dan penguasaan murid tentan materi pelajaran yang sudah diberikan.
d) Waktu pelaksanaa: akhir caturwulan, semester, atau akhir tahun.
3. Evaluasi Placement (penempatan)
a) Fungsi: untuk mengetahui keadaan anak termasuk keadaan seluruh pribadinya, agar anak tersebut dapat ditepatkan pada posisinya yang tepat.
b) Tujuan: untuk menentukan anak didik pada kedudukan yang sebenarnya, berdasarkan bakat, minat, kemampuan, kesanggupan serta keadaan-keadaan lainnya, sehingga anak tidak menalami hambatan dalam mengikuti setiap program/bahan yang disajikan guru.
c) Aspek-aspek yang dinilai: meliputi: keadaan fisik, psikis, bakat, kemampuan/pengetahuan, keterampilan, sikap dan lain-lain aspek yang dianggap perlu bagi kepentingan pendidikan anak selanjutnya.
d) Waktu pelaksaan: penilaian ini sebaiknya dilaksanakan sebelum anak mengikuti proses belajar mengajar yang permulaan. Atau anak tersebut baru akan menikuti pendidikan di suatu tingkatan tertentu.
4. Evaluasi Diagnostik
a) Fungsi: untuk mengetahui masalah-masalah apa yang diderita atau yang mengganggu anak didik, sehingga ia mengalami kesulitan, hambatan atau gangguan ketika mengikuti program tertentu. Dan bagaimana usaha untuk memecahkannya.
b) Tujuan: untuk mengatasi/membantu pemecahan kesulitan atau hambatan yang dialami anak didik waktu mengikuti kegiatan belajar mengajar pada suatu bidang studi atau keseluruhan program pengajaran.
c) Aspek-aspek yagn dinilai: hasil belajar, latar belakang kehidupan anak, keadaan keluarga, lingkungan, dan lain-lain.
d) Waktu pelaksanaan: dapat dilaksanakan setiap saat sesuai dengan kebutuhan.

D. TEKNIK EVALUASI
Dalam pelaksanaanya, evaluasi dapat ditempuh melalui dau cara, yaitu: teknik tes dan non-tes.
1. Teknik tes
Teknik tes dapat berbentuk:
 Tes tertulis,
 Tes lisan, dan
 Tes perbuatan
2. Teknik non-ters:
 Angket,
 Wawancara/interview
 Obsevasi
 Kuesioner atau inbertori

E. PERANAN PSIKOLOGI BELAJAR DALAM KEGIATAN EVALUASI
Sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian terdahulu, bahwa psikologi belajar pada dasarnya adalah membicarakan aspek-aspek psikologi yang mempengaruhi proses dan hasil belajar, sedangkan evaluasi belajar adalah suatu akativitas untuk mengetahui berhasil tidaknya tujuan belajar maka dapat dikatakan bahwa psikologi belajar akan mendasari segala kegiatan yang menyangkat evaluasi belajar.
Istilah “kegiatan” di sini mencakup hal-hal sejak dari:
 Persiapan, pelaksanaan samapai pada follow up.
 Penetapan tujuan
 Pemilihan jenis evaluasi
 Pemiliahan alat yagn digunakan dalam evaluasi, serta
 Penyusunan mater/ isi evaluasi itu sendiri.
Seorang evaluator yang memahami psikologi belajar akan senantiasa memperhitungkan aspek-aspek psikologi anak yang akan dievaluasi sejak dari persiapan sampai pada pelaksanaan dan tindakan lanjutnya.
Misalnya:
 Kepada anak umur berapa evaluasi diberikan
 Kepada anak yang bermental bagaimana
 Kepada anak kelas berapa
 Kepada anak yang berminat dalam bidang apa
 Kepada anak yang latar belakang keluarganya bagaimana, dan lain-lain.
Hal-hal tersebut ikut diperhitungkan dalam rangka kegiatan evaluasi.
Selanjutnya dalam follow un-nya pun aspek-aspek psikologi tersebut harus tetap diperhitungan. Misalnya:
Jika anak ternyata tidak berhasil dlaam mengikuti evaluasi, kita tidak akan cepat mengatakan bahwa si A adalah tolol, akan tetapi perlu dicari faktor-faktor penyebab sehingga anak tersebut gagal dalam mengikuti evaluasi. Mungkin karena materi/bobot evaluasinya tidak sesuai, barangkali kesehatan anak sedang terganggu dan sebagainya.
Sebalinya seorang evaluator yang tidak memahami pentingnya psikologi belajar, maka apa yang dilakukan dalam mengadakan evaluasi biasanya hanya bersandar pada keinginan semata-mata, tanpa memperhitungkan pada kemampuan anak maupun aspek-aspek lain yang semestinya diperhitungkan.
Oleh karena itu, terdapat dikatakan bahwa dengan psikologi belajar kita akan memiliki dan memilih menyusun evaluasi secara tepat, memilih dan menyusun evaluasi secara tepat, memilih dan menyusun program belajar-belajar secara tepat, dapat memperhitungkan kemungkinan faktor-faktor penghambatan dan penunjang belajar anak, serta dapat membantu membimbing dan mengatasi segala kesulitan yang dihadapi anak dalam belajar. Pada gilirannya kita akan dapat mengarahkan pertimbangan dan perkembangan anak secara wajar dalam rangka mencapai tujuan hidup yang lebih baik.


reverensi:
Ahmad,Abu. Psikologi Belajar. Rineka Cipta. Jakarta. 2004
supriyono,Widodo. Psikologi Belajar. Rineka Cipta. Jakarta. 2004

Selasa, 04 Januari 2011

RESUM ASAS-ASAS KURIKULUM (Pengelolahan Kelas) KHOIRUL UMAM, smt 1

A. Pengertian dan Asas-asas Kurikulum
Kurikulum yagn semula berarti jarak yang harus ditempuh, kemudian menjadi sejumlah mata pelajaran yang harus dilalui untuk mendapat ijazah.
Para ahli kurikulum “modern” cenderung memberikan pengertian yang lebih luas, sehingga meliputi kegiatan di luar kelas, bahkan juga mencakup segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kelakuan siswa, termasuk kebersihan kelas, pribadi guru, sikap petugas sekolah, dan lain-lain.
Kerikulum dapat dipandang dari berbagai segi, yakni, curriculum as a product, as a program, as intended learnings, as the experiences of the learner. Dapat pula kita memandangnya sebagai formal curriculum, ideal, real, actual curriculum atau potential learning experiences.
Ada kebaikan dan kelemahan pengertian kurikulum yang terlampau luas atau terlampau sempit. Hilda Taba memandang kurikulum sebagai “a plan for learning”.
Ada kecenderungan pengetian kurikulum meluas, karena banyak tugas yang sedianya oleh rumah tangga dan lembaga informasi lainnya dibebankan kepada sekolah.
Kurikulum senantiasa harus diubah Karena perubahan masyarakant akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan kurikulum berjalan kontinu kalau tidak mau ketinggalan zaman.
Karena adanya macam-macam difinisi kurikulum, tiap guru harus menentukan tagsirannya sendiri. Pilihannya itu akan mempengaruhi konsepsinya tentan tugasnya sebagai pendidikan. Ia dapat menganut pendirian yang tradisional atau progresif.
B. Asas-asas Filsafat
Filsafat ialah ilmu yang mencari kebenaran sampai akar-akarnya, jadi suatu kegitan intelektual. Dalam mengembangkan kurikulum biasanya dipandang sebagai system nilai-nilai.
Tujuan pendidikan ditentukan oleh filsafat suatu bangsa.
Walaupun setiap orang mengenal nilai-nilai, agar dapat dikatakan ia mempunyai fisafat nilai-nilainya itu harus merupakan suatu system, jadi konsisten dan saling berhubungan.
Dalam kurikulum sering tercantum tujuan-tujuan yang muluk-muluk tetapi belum tentu dapat direalisasikan. Jadi keadaan sekolah tidak member gambaran tentang keadaan yang sebenarnya.
Filsafat bangsa dan Negara dengan sendirinya menjadi tujuan pendidikan nasional serta harus pulan menjadi filsafat para pengembang kurikulum dan juga guru dalam pelaksanaanya.
Filsafat pendidikan harus menjadi “way of life” yang diterapkan dalam lingkuangan sekolah.
Tujuan pendidikan nasional sangat umum dnan masih perlu diuraikan menjadi tujuan institusional, kurikuler, tujuaninstruksional umum dan khusus.
Tujuan pendidikan kita didasarkan atas pancasila, UUD 1945, dan GBHN. Setiap guru harus mempunyai gambaran yang jelas tentang dasar-dasar pendidikan nasional itu, agar semua pelajaran diarahkan guna membentuk manusia yang dicita-citakan.
Untuk membentuk manusia seutuhnya harus diperhatikan aspek kognifig, afektif, dan psikomotor dalam segala tingkatannya.
Benjamin bloom membatnu dalam merumuskan tujuan yang lebih spesifik dalam ketiga ranah.
Hilda Taba mempersyaratkan agar dalam rumusan tujuan tercakup proses dan produk.
Herbert Spencer menganjurkan tujuan-tujuan yang relavan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Buah pikirannya itu masih berpenaruh sampai sekarang.
C. Asas Psikologi Kurikulum Dan Psikologis Belajar
Belajar pada umunya diartikan sebagia perubahan dalam kelakuan seseorang sebagi akibat pengaruh usaha pendidikan.
Ada berbagai-bagai teori belajar yang masing-masing mempunyai kebaikan dan kekurangan. Adanya kekurangan suatu teori belajar tidak berate kita harus mengabaikan seluruhnya.
Beberapa teori belajar yang terkenal ialah teori belajr menurut ilmu jiwa daya, teori asosiasi (termasuk conditioning), dan teori organismic (Gestalt atau Field theory).
Tiap teori belajar mempunyai anggapan tertentu mengenai transfer belajar.
Teori Asosiasi dikembangkan oleh Skinner dalam “belajar berprogrma” dan “teaching manchiners”.
Teori Gestalt mengutamakan prinsip keseluruhan mengutamakan prinsip keseluruhan, “insight” masalah, tujuan, pengalaman, minat.
Walaupun teori belajar berbeda-beda, namun ada prinsip-prinsip yang pada umumnya dapat diteima.
Teori belajar yang dianut berpengaruh terhadap kurikulum yang dibina. Teori ilmu jiwa daya mengutamakan latihan mental yang diperoleh melalui bahan pelajaran, teori asosiasi mengutamakan penuasaan bahan peljaran sendiri sedangkan teori Gestal mementingkan perkembangan pribadi anak dalam usaha memecah masalah-masalah yang dihadapinya dalam hidupnya.
Teori belajar juga mempengaruhi proses kegiatan mengajar-mengajar. Namun mengajar belum didukung oleh psikologi belajar yang diperkuat oleh eksperimentasi. Karena belajar dalam kelas banyak variable yang tidak dapat dikuasai, maka percobaan kebanyakan dapat dilakukan tentan belajar menurut asosiasi.
D. Asas Psikologis Anak
Pandangan tentang anak berubah secara radikal oleh Jean Jacques Rousseau. Sejak itu anak menjadi factor yang harus dipertimbangkan dalam kurikulum. Banyak tokok pendidikan yang dipengaruhi olehnya.
Pendidikan harmonis mencakup perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor, atau perkembangan intelektuan, emosional, social dan fisik.
Anak merupakan keseluruhan dan bereaksi sebagai keselurhan terhadap lingkungannya.
Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari pada yang lain. Kurikulum hendaknya memperhitungkan keunikan anak agar ia sedapat mungkin dapat berkembanga sesuai dengan bakatnya.
Walaupun tiap anak berdeda dengan anak lain, banyak pula persamaan antar mereka. Maka sebagian dari kurikulum dapat sama bagi semua.
Kurikulum yang semata-mata didasarkan atas kebutuhan dan minat anak yakni Child-centered curriculum dikatakan ekstrem karena anak selau berada dalam masyarakatnya dan tak dapat melepaskan diri dari tuntutan masyarakat.
Kebutuhan anak daprat ditinjau dari segi anak dan dari segi masyarakat. Kedua segi ini harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum.
Abraham Maslow, Lous Raths, Earl Kelly mempunyai pandangan tertentu tentang kebutuhan anak.
Robert Havighusrt mempertemukan perkembangan individu dengan tentutan atau harapan masyarakat dalam konsep “developmentaltasks”.
Jean Piaget mengadkan studi yang mendalam tentang perkembangan intelektuan anak. Ia membedakan fase sensomotoris, fase pra-operasional, fase operasional kongkret, dan fase operasional formal.
Lawrence Kohlberg menggunakan pola Piaget untuk mempelajari perkembangan moroal pada anak.
Ada berbagai cara bagi guru untuk mempelajari anak.
E.Proses Perubahan Dan Perbaikan Kurikulum

F.Kurikulum Dan Masyarakat
Dalam masyarakat yang sederhana anak-anak banyak mempelajari hal-hal yang diperlukannya sebagai orang dewasa dalam masyarakat itu sendiri secara informal.
Dalam masa modern tugas pendidikanuntuk mempersiapkan anak agar dapat berdiri sendiri. Dibebankan kepada sekolah.
Masyarakat modern cepat berubah, sehingga banyak hal segera menjadi using. Pembaharuan keurikulum harus dilakukan secara kontinu.
Kurikulum bergantung pada fungsi sekolah dalam masyarakat, yakni apakah untuk mengawetkan kebudayaan dengan menyampaikannya kepada generasi muda, menubah masyarakat, ataukah mengembangkan individu. Ketiga fungsi itu sebenarnya tak perlu dipertentangkan, akan tetapi dapata dipertemukan. Namun selalu aka nada perbedaan tekanan.
Sekolah masyarakat sangat mengutamakan factor masyarakat dalam kurikulumnya.
Sekolah tak boleh berdiri terpisah dari masyarakat. Berbagai cara dapat dilakukan untuk membawa sekolah ke masyarakat dan sebaliknya.
Masyarakat merupakan sumber yang kaya bagi pengajaran di sekolah.
G.Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum menetukan bahan pelajaran, urutannya, dan cara menyajikan.
Bentuk kurikulum yang lebih “tua” dari yang lain ialah subject curriculum yang berpusat pada matapelajaran yang tersendiri-sendiri.
Sebagai reaksi terhadap apa yang dianggap kekurangan-kekurangan kurikulum ini timbul organisasi kurikulum yang lain seperti correlated curriculum dan integrated curriculum. Integraed curriculum dapat dibentukactivity curriculum, project curriculum atau experience curriculum, life curriculum, atau core curriculum.
Subject curriculum telah ada sejak zaman Yunani yang dilanjutkan oleh orang Romawi dalam bentuk trivium (gramatika, retorikam danlogika) dan quadrivium (arithmatika, geometrim, astronomi, dan music), keduanya dikenal sebagai “the Seven Liberal Arts”.
Pada abad pertengahan timbul mata pelajaran yang vokasional (teologi, kedokteran, hokum) dan kini telah terdapat ratusan macam mata pelajaran, termasuk yang dianggap non-akadimis.
Subject sebenarnya pengalaman umat manusia yang disusun secara logis sistematis.
Setiap bentuk kurikulum mempunyai kebaikan dan kekurangan. Kekurangan-kekurangan suatu kurikulum sering ditonjolkan oelh para penentangan ditinjau dari segi pendirian masing-masing.
Walaupun subject curriculum banyak dikecam, dan boleh dikatakan hamper tak ada yang memperjuangkannya, namun bentuk kurikulum masih sangat popular di mana-mana di dunia,terutama di Perguruan Tinggi.
Bentuk kerikulum yang lebih baru, yang juga banyak keuntungannya dan mempunyai ciri-ciri yang dapat mengatasi kelemahan subject curriculum, namun tidak dapat popularitas yang luas, antar lain, karena tidak dapat memberikan pengetahuan yang sistemati yang masih merupakan syarat bagi universitas dank arena guru tidak dipersiapkan untuk itu.
Metode yang diutamakan dalam integrated curriculum ialah metede “problem solving” atau metode ilmiah dengan menghadapkan siswa kepada masalah-masalah yang bermakna baginya.
Menjalankan interfrated curriculum tidak berarti menyampingkan subject sama sekali, melainkan memanfaatkannya secara fungsional dalam pemecahan masalah.
Subject curriculum dapat mengatasi kelemahannya dengan memanfaatkan kebaikan-kebaikan bentk kurikulum lainnya.
Core curriculum selalu mengenai pendidikan umum, walaupun tidak setiap bentuk pendidikan umum dapat diterima sebagai core curriculum. Core curriculum lebih mirip kepada kurikulum yang mengusahakan integrasi serta menyesuaikan bahan pelajaran dengan kebutuhan murid atau masyarakat.
H.Menentukan Scope Dan Sequence Dalam Pembinaan Kurikulum
Dengan scope dimaksud luas atau ruang lingkup bahan pelajaran.
Kesuliatan dalam menentukan scope ialah
1)Sangat cepat bertambahnya pengetahuan
2)Tidak adanya criteria yang pasti tentang bahan pelajaran yang harus diberikan
3)Tidak memadainya matapelajaran tradisional
Sering matapelajaran baru, sedangkan mata pelajaran yang ada bercokol terus.
Dalam menentukan bahan pelajaran harus diadakan pilihan, atau seleksi, karena lauasnya bahan yang tersedia dan terbatasnya waktu belajar serta kemampuan anak.
Criteria dalam penentuan bahan ialah :
1)Tujuan
2)Nilai sebagai warisan
3)Penguasaan disiplin
4)Nilainya bagi kehidupan dalam masyarakat
5)Kebutuhan dan minat anak
Bahan pelajaran hendaknya jangan hanya meliputi pengetahuan melainkan juga keterampilan mental.
Aliran yang diadnut oleh Pembina kurikulum merupakan suatu factor dalam penentuan bahan pelajaran. Beberapa prosedur penentuan bahan pelajaran ialah
1)Menerima otoritas para ahli
2)Eksperimen
3)Analisis kegiatan
4)Consensus
5)Fungsi social
6)Persistent life situations
7)Kebutuhan pemuda
Menentukan scope kurikulum yang sucject centered lebih mudah daripada yang integrated. Yang terakhir ini lebih fleksibel.
Dengan “sequence” dalam pembinaan kurikulum dimaksud urutuan pengalaman belajar, yakni apaliba bahan itu harus diajarkan.
Penempatan bahan pelajaran berupa matapelajaran sudah jauh berbeda dengan sebelum perang Dunia II. Matematika yang dulu diajarkan di SMP, kini sudah mulia diberikandi kelas I SD.
Menurut J. Piaget berpendapat berdasarkan penelitiannya bahwa anak berusia tujuah tahun telah dapat berpikir logis dan formal.
Dalam menentukan sequence dapat diikuti dua pendekatan yaitu : -menyesuaikan bahan dengan anak, atau -menyesuaikan anak dengan bahan.
Factor-faktor dalam penentuan “sequence” ialah :
1)Taraf kesulitan bahan pelajaran
2)Apersepsi atau pengalaman yang telah ada
3)Kematangan anak
4)Usia mental
5)Minat anak
Sequence tidak hanya mengenai bahan pelajaran tetapi juga dalam proses belajar, yaitu langkah-langkah untuk mengembangkan konsep-konsep, sikap, kesanggupan berpikir.
I. Mengubah Kurikulum
Kurikulum berubah jika satu atau beberapa asas kurikulum beruba. Perubahan salah satu asas dapat membawa perubahan dalam keseluruhannya.
Menilai kurikulum dalam keseluruhannya sangat kompleks karena banyak factor yang mempengaruhi anak.
Untuk menilai kurikulum harus dinilai kompenen-kompenennya yaitu :
1)Tujuan
2)Bahan pelajaran
3)Pengalaman dankegiatan belajar
4)Organisasi kurikulum
5)Cara-cara evaluasi hasil belajar.
Tidak ada satu cara yang pasti untuk menjamin keserasian bahan pelajaran guna memcapai tujuan tertentu.
Tujuan matapelajaran yagn terlampau luas sukar dinilai.
Mengubah kurikulum banyak menemui rintangan karena melibatkan banyak manusia yang berkaitan oleh trasisi dan juga mempunyai “vested interest”. Dikatakan bahwa perubahan kurikulum berarti perubahan social.
Pada umumnya ada dua prosedur utama dalam perubahan kurikulum, yaitu apa yang disebut “administrative approach” dan “grassroots approach”
Tiap pendekatan mempunyai kebaikan dan kekurangannya. Admisnitrative approach didukung oleh seluruh aparatur pendidikan, biaya yang cukup, mengerahkan setiap tenaga ahli yang diperlukan, dan sebagainya. Dalam “grass roots approach” tidak ada koordinasi, karena bersifat tersendiri-tersendiri.
Beberapa cara yang khusus dalam perubahan kurikulum secara praktis ialah :
1)Pilot project
2)Membina kader
3)Memanfaatkan guru yang telah menguasai cara baru
4)Menyediakan alat pengajaran
5)Memperbarui buku pelajaran
6)Kerjasama antara sekolah dan universitas
7)Pembaharuan kurikulum pendidikan guru
8)Mendemonstrasikan suatu pembaharuan
9)Memulai pembaharuan dengan satuan pelajaran.

Setiap kurikulum mempunyai keempat komponen yang beriktu :
1)Tujuan
2)Pengetahuan
3)Kegiatan atau pengalaman belajar
4)Penilaian. Keempat komponen itu saling berhubungan.
Perubahan kerikulum sering merupakan suatu reaksi terhadap kurikulum yang ada.
Dalam pembaharuan kurikulum hendaknya sedapat-dapatnya dimanfaatkan kebaikan-kebaikan bentuk-bentuk kurikulum lainnya.

Daftar Pustaka
Nasution,S.2003.Asas-asas Kurikulum.Jakarta: PT. Bumi Akasara.